BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Alqur’an
sebagai kitab yang diturunkan Allah SWT berisi firman-firman terbaik, dan
ajaran yang dibawa rasul-Nya adalah ajaran yang paling indah dan
seburuk-buruknya perkara adalah sesuatu yang baru terhadap kedua perkara yang
baru terhadap kedua perkara diatasnya. Setiap hal yang baru (menyimpang dari
alqur’an dan hadits) adalah bid’ah, setiap sesuatu yang berbau bid’ah adalah
sesat, dan setiap sesuatu yang sesat itu menuju keneraka.[1]
Dari
keindahan latar sejarah turunnya Alqur’an, baik yang di Mekah maupun di
Madinah, sebab-sebab turunnya Alqur’an dari awal hingga berakhirnya, upaya
pengumpulan, pembagian dan klasifikasi dan upaya penafsirannya merupakan hal
yang sangat menarik untuk dipelajari dan dikembangkan menjadi sesuatu yang
sangat aktual dan sangat luas kandungan ilmiahnya.
Dari
hal-hal diatas munculah pembahasan tentang ilmu-ilmu Alqur’an secara luas.
Ilmu-ilmu itu menjadi tujuan kajian para ulama’, sehingga dari sana munculah
butiran cemerlang ilmu pengetahuan. Pembahasan terhadap ilmu-ilmu Alqur’an
semakin meluas, sehigga menjadi suatu kebutuhan umat manusia dalam menuangkan
ilmu-ilmu ini kedalam penjabaran-penjabaran berbagai bahasan untuk didiskusikan
agar diperoleh suatu manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian Ulumul Qur’an dan objek bahasannya ?
2.
Bagaimana
sejarah perkembangan ulumul Qur’an ?
3.
Bagaimana
metode penulisan dan tujuan Ulumul Qur’an ?
4.
Bagaimana
penulisan kitab Ulumul Qur’an ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Ulumul Qur’an dan Objek Bahasannya.
Ulumul
Qur’an adalah susunan idhafah yang
terdiri dari kata Ulum dan Al-Qur’an. Al-ulum bentuk jama’ dari al-‘ilmu yang berarti ilmu-ilmu.
Sedangkan Al-Qur’an berasal dari bahasa
Arab yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Alqur’an adalah bentuk kata (masdar)
dari kata kerja qara’a yang artinya
membaca. Menurut istilah Al-Qur’an mempunyai berbagai pendapat antara lain yang
pertama yaitu dari Manna’ Alqathkan, Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan
kepada nabi Muhammad SAW dan orang yang membacanya akan mendapat pahala.
Menurut Aljurjani, Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah
yang ditulis dalam mushaf dan disampaikan secara mutawatir(berangsur-angsur).
Sedangkan menurut kalangan ushul fiqh, fiqh dan bahasa Arab, Al-Qur’an adalah
kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, lafad-lafadnya mengandung
mu’jizat, membacanya bernilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan ditulis
dari sulit Al-Fatihah diakhiri dengan surat An-Nas. [2]
Setelah
membahas kata ulum dan Al-Qur’an dapat diketahui bahwa
tersusunnya kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa adanya berbagai macam ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan Al-Qur’an.
Pendapat para ulama’ tentang definisi Ulumul Qur’an antara lain :
·
Menurut
As-Suyuthi dalam kitab itmamu Al-Dirayah mengatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah
Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya dan
adab makna-maknanya, baik yang berhubungan dengan lafadz-lafadznya maupun
hukum-hukumnya.
·
Menurut
Al-Zarqany dalam kitab Manahilul Itfan Fi Ulumul Qur’an adalah beberapa bahasan
ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari turunnya, urutannya,
pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh
mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya.
Objek
pembahasan Ulumul Qur’an adalah adalah Al-Qur’an sebagaimana yang
dijelaskan dalam pengertian definisi
Ulumul Qur’an.[3]
2.2.Sejarah
Perkembangan Ulumul Qur’an
1. Masa
Nabi Muhammad SAW
Pada masa Rasulullah Saw, para sahabat dapat
merasakan keindahan uslub-uslub bahasa Arab yang tinggi dan memahami ayat-ayat
yang terang dan jelas pengertiannya yang diturunkan kepada Rasulullah Saw.
Apabila belum faham, mereka segera bertanya kepada beliau, dan beliau langsung
menjawabnya. Para sahabat pada saat itu tidak merasa perlu untuk menuliskan
dalam ilmu-ilmu al-Qur`an karena segala permasalahan yang berhubungan dengan
pemahaman, bacaan, maksud dan segala hal yang berhubungan dengan Al-Qur`an dapat
ditanyakan langsung kepada Beliau. Hal ini juga didukung karena pada saat itu
alat-alat tulis tidak mudah mereka peroleh. Selain itu juga pada masa
Rasulullah Saw ada larangan untuk menuliskan apa yang mereka dengar dari Beliau
selain dari Al-Qur`an, karena beliau khawatir akan bercampur antara Al-Qur`an
dengan yang bukan Al-Qur`an. Para sahabat selalu berkumpul dirumahnya Arqam bin Abi al-Arqam untuk
menghafalkan dan mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an.[4]
Dengan demikian
kita mengetahui bahwa Ulumul Qur’an telah tumbuh sejak waktu permulaan
berkembangnya agama Islam, bahkan sejak terbitnya fajar Islam. Hal ini
dikarenakan adanya penghafalan, penyalinan, dan penafsiran yang kesemuanya
termasuk ilmu-ilmu Al-Qur’an yang sangat penting.
2. Pada
masa Sahabat
Pada
masa sahabat Abu Bakar As-Siddiq dan Umar bin Khottob Al-Qur`an disampaikan mulut ke mulut. Sedangkan pada masa Usman bin
Affan, Islam sudah semakin luas dan berkembang ke luar bangsa Arab, ditambah
lagi para penghafal Al-Qur`an dari kalangan sahabat sudah banyak yang gugur di
medan perang dalam perluasan dan penyebaran agama Islam. Percekcokan dialek cara
membaca Al-Qur`an sudah mulai ditemukan, Usman mengambl tindakan mengumpulkan
para penghafal Al-Qur`an dan segera membentuk panitia penulisan Al-Qur`an dengan
menunjuk sekretaris Rasulullah yaitu Zaid bin Sabit menjadi ketua panitia
pembukuan Al-Qur`an.[5]
Setelah
proses pembukuan Al-Qur`an yang dikenal dengan mushaf Usmani, kemudian
diperbanyak dan segera dikirim ke kota-kota besar yang penduduknya sudah menganut
agama Islam, salah satu mushaf di simpan di kediaman Usman yang kemudian
dikenal dengan Mushaf Al-Imam. Sedangkan naskah asli Al-Qur`an yang sebelumnya
disimpan di rumah Hafsah, salah seorang
istri Rasulullah SAW diperintahkan untuk dibakar untuk
menghindari perbedaan-perbedaan mengenai Al-Qur`an tersebut.
3. Masa
Tabi’in
Ketika wilayah Islam makin luas keberbagai negeri,
para tabi’in juga mengajari penduduknya membaca Al-Quran, memberikan penafsiran
secara benar dan menyebarkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Al-Qur`an. Dari perkembangan inilah muncul lembaga-lembaga
kajian, yang lazim disebut Madrasah At-Tafsir dan banyak sekali jumlahnya. Akan
tetapi, yang paling terkenal antara lain: Madrasah Ibnu Abbas di Mekah,
Madrasah Ubay bin Ka’ab di Madinah dan Madrasah ‘Abdullah bin Mas’ud di Kufah. [6]
4. Periode
Perkembangan Al-Qur`an
pada abad II H
Ulama’ yang
terkenal pada abad kedua hijriah antara lain adalah:
1)
Hasan
Al-Basri , mengarang kitab yang membahas tentang Qira’at (bacaan).
2)
Atha’
bin Abi Rabbah, menyusun kitab Gharib
Al-Qur’an.
3)
Qatadah
bin Dima’ah as-Sudasi, menulis kitab yang berkaitan dengan Nasikh Mansukh.
5. Periode
Perkembangan Al-Qur`an
pada abad III H
Diantara kitab
ulumul Qur`an pada abad ke tiga Hijriyah ini, berkisar di sekitar pokok bahasan
asbab an-nuzul, ilmu Nasikh
wal-Mansukh,
ilmu ma Nuzzila bi al-Makkah
wama Nuzzila bi al-Madina. Tokoh-tokoh ulama yang menyusun kitab tersebut
antara lain sebagai berikut: :
1)
Muhammad ibnu Khalaf ibn al-Marzuban
(wafat 309 H), mengarang
kitab al-Hawi fi ‘Ulum al- Qur`an.
2)
Abu Bakar Muhammad bin al-Qasim
al-Anbary (wafat 328 Hijriyah) mengarang kitab ‘Ulum al-Qur`an.
3)
Abu Hasan al-Asy’ary ( wafat 324 H),
kitabnya bernama Al-Mikhtazan fi ulum al-Qur`an.
4)
‘Ali bin Ibrahim ibn Sa’id al-Hufi
(wafat 330 Hijriyah) mengarang kitab I’rab al-Quran, dan al-Burhan fi ‘Ulum
al-Quran
5)
Abu Bakar al-Sijistani ( wafat 330
Hijriyah) mengarang kitab Gharib al-Qur`an
6)
Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad ibn
Ali al-Karakhi (wafat 360 H), kitabnya bernama Nuqat al-Qur`an ad-Dallat ‘al
al-Bayan fi anwa’ al-‘ulum wa al-ahkam al-minbi’at ‘an ikhtilaf al-anam.
7)
Muhammad Ali al-Adfuwy (wafat 388
Hijriyah), mengarang kitab al-Istighna fi ‘Ulum al-Quran.
Pada abad ke tiga inilah dijadikan sebagai abad
ditemukannya kitab ulum al-Qur`an sebagi disiplin ilmu.
6.
Periode
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad IV H
Diantara kitab
dan tokoh pengarangnya pada abad ke-4 adalah sebagai berikut:
1) Abu
Bakar al-Baqilany ( wafat 403 Hijriyah), mengarang kitab I’jaz al-Qur`an.
2) Al
–Mawardy ( wafat 450 Hijriyah ) mengarang kitab Amsal al-Quran.
3) Abu
Amar al-Dany ( wafat 444 Hijriyah), kitabnya bernama al-Taisir bi al-Qira`at
al-Sabi’I dan
kitab al-Muhkam fi al-Nuqath.
7.
Periode
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad V H
Diantara tokoh
ilmu al-Quran pada abad ke-5 Hijriyah ialah:
1) Abd
Qasim Abd al-Rahman yang dikenal al-Suhaili ( wafat 582 Hijriyah), kitabnya
bernama Muhammat al-Qur`an atau al-Ta’rif wa I’lam ubhima fi al-Qur`an min
asma’ wal-‘alam
2) .Ibnu
Jauzy ( wafat 597 Hijriyah), kitabnya bernama Funun al-Afnan fi ‘Ajaib ‘ulum al-Qur`an
dan kitab Al-Mujtaba fi ‘Ulumin Tata’allaq bi al-Quran.
3) Ibnu Naqiyah (wafat 485 H), kitabnya bernama Al-Jum’an
fi Tasybihat al-Qur’an.
8.
Periode
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VI dan VII H
Diantara tokoh
ilmu al-Quran pada abad ini
antara lain:
1)
Alamuddin al-Syakhawy ( wafat 643
Hijriyah) , kitab bernama Hidayat al-Murtab fi al Mutasyabih
mengenai qira`at, dan kitab Jamal al-Qur`an wa kamal al-Iqra tentang qira`at,
tajwid, waqaf,
Ibtida`, nasikh dan mansukh.
2) Al-‘Iz
ibnu Abdu al-Salam (wafat 660 Hijriyah) dengan kitab bernama Majaz al-Qur`an. Ibnu Qayyim ( wafat 751 Hijriyah )
dengan kitab bernama Aqsam al-Quran.
3) Badrudin
al-Zarkasyi ( wafat 794 Hijriyah) , mengarang kitab al-Burhan fi ‘Ulum Quran.
9.
Periode
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VIII dan IX H
Pada abad VIII
dan IX Hijriyah ini telah lahir beberapa kitab ulum al-Quran, antara lain
sebagai berikut:
1)
Jalaludin al-Balqiyany (wafat 824 Hijriyah) yang mengarang kitab Mawaqi’
al-‘Ulum min mawaqi’I al-Nuzum.
2)
Muhammad ibnu Sulaiman al-Kafiyajy (wafat 873 Hijriyah), mengarang kitab al-Tafsir fi
Qawaid al-Tafsir.
3)
Jalaludin al-Suyuthy(wafat 911 Hijriyah), mengarang kitab al-Tahbir fi
‘ulum al-Tafsir dan kitab terkenal al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur`an. Dalam kitab ini
terdapat 80 judul bahasan dari ulum al-Qur`an.
10. Periode Perkembangan Ulumul Qur’an
Abad X dan sampai Masa Kini
Pada abad X H dan sampai masa kini telah lahir beberapa kitab ulum
al-Quran, antara lain
adalah sebagai berikut :
1)
Ibnu
As-Syahnah (wafat 921 H), menulis tentang Gharib Al-Qur’an.
2)
Al-Banna’
(wafat 1117 H ), menyusun Ittihaf Fudhala’I al-Basyar fi Qira’at al-Arba’a
‘Asyara.
3)
Syaikhul
Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab (wafat 1206 H), menulis kitab Fadha’I
al-Qur’an.
4)
Ad-Dimyathi
(wafat 1287 H), menulis kitab Risalat fi Mabadi’I al-Tafsir.
Istilah Ulumul
Qur’an tidak tumbuh dan berkembang sekaligus, akan tetapi melalui proses
cukup panjang. Khazanah para intelektual muslim dalam bidang-bidang ilmu
al Qur’an terus mengalir waktu ke waktu, tidak terkecuali para sarjana muslim
Indonesia. Jika kalangan ulama kontemporer-khusunya timur Tengah lahir buku
ilmu-ilmu al Qur’an semisal Mahabits fi Ulum Al-Qur’an karya
Muhammad subni al-Shalih, Mahabits fi “ulumul Qur’an tulisan
Manna’ al-Qaththan, Min Rawa’al-Qur’an buah pena Muhammad Said Ramadhan
al-Buthi, dll. Di Indonesia terbit beberapa buah buku ‘ulum al-Qur’an,
diantaranya adalah Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir ilmu-ilmu
al-Qur’an karangan M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar ‘Ulumul Qur’an
karangan Masyfuq Zuhdi, Sejarah Al-Qur’an karya Abu bakar Aceh, Al-Qur’an
dari masa ke masa buah pena K.H Munawar Khalil, buku-buku karangan Prof.
Dr. M. Quraish Shihab dengan ilmu-ilmu al-Qur’an dan ilmu tafsir, dll.[8]
2.3.Metode Penulisan dan Tujuan
Ulumul Qur’an.
Pendekatan metode penulisan yang digunakan dalam
membahas ulumul quran adalah metode diskriptif, yaitu yang memberikan
penjelasan dan keterangan yang mendalam mengenai bagian-bagian al Qur’an yang
memuat aspek-aspek Ulumul Quran. Melalui metode inilah banyak tersusun
kitab yang membahas ilmu al Qur’an dalam berbagai bidang dan
cabang-cabangnya. Kitab-kitab
itu merupakan karya besar dan bermutu tinggi (masterpiece) dari hasil
kerja keras dan usaha optimal para perintis pertumbuhan cabang-cabang ulumul
Qur’an yang lebih dikenal dengan nama Ulumul Qur’an dalam arti Idhafi. Selain memakai metode deskriptif, juga dipakai metode
komparasi yaitu dengan membandingkan segi yang satu dengan yang lain, riwayat sebab-musabab
turun ayat yang satu dan riwayat lainnya, pendapat ulama yang satu dengan
lainnya. [9]
Tujuan
mempelajari ulumul Qur’an antara lain :
1)
Agar dapat memahami kalam Allah ‘Aza
Wajalla sejalan dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan para
tabi’in tentang interprestasi mereka terhadap Al-Qur’an.
2)
Untuk
mengetahui cara turun dan penyampaian wahyu Al-Qur’an.
3)
Untuk
mengetahui sejarah Nuzulul Qur’an dan ilmu Asbabun Nuzul Al-Qur’an.
4)
Untuk
mempelajari ilmu Nasikh wal Mansukh.
5)
Untuk
mempelajari ilmu Makiyah dan Madaniyah.
6)
Untuk
mempelajari ilmu Fawatihus Suwar.
7)
Untuk
mempelajari ilmu Muhkam wal Mutasyabih.
8)
Untuk
mempelajari ilmu Munasabah fi Al-Qur’an.
9)
Untuk
mempelajari ilmu I’jazil Qur’an
2.4.Penulisan
Kitab Ulumul Qur’an.
Kemunculan Ulumul Qur’an telah dirasakan semenjak Nabi masih hidup. Hal ini
ditandai dengan gairah semangat yang terpancar dari sahabat dalam mempelajari
sekaligus mengamalkan Al-Qur’an dengan memahami ayat-ayat yang terkandung di
dalamnya.
Perkembangan Al-qur’an pada masa ini hanya sebatas dari mulut ke mulut,
belum ada pembukuan teks Al-Qur’an karena ditakutkan tercampurnya Al-Qur’an
dengan sesuatu selain Al-Qur’an. Di samping itu Rasulullah SAW juga
merekomendasikan untuk tidak menulis Al-Qur’an . Dalam hadisnya beliau
mengatakan : “Janganlah Kalian menulisakan (sesuatu) dariku. Dan barang siapa
menuliskan selain Al-Qur’an, maka hendaklah ia menghapuskannya . Dan
ceritakanlah (sesuatu yang berasal) dariku, tak ada dosa. Namun barangsiapa
mendustakanku secara sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya
di neraka.[10]
Pada masa kholifah Usman bin Affan islam telah tersebar luas. Orang-orang Arab
yang turut serta dalam ekspansi wilayah bersosialisasi dengan bangsa-bangsa
yang tidak mengenal bahasa arab. Sehingga dikhawatirkan Arabisitas bangsa itu
akan lebur dan Qur’an itu akan menjadi kabur bagi kaum muslimin bila ia tidak
di himpun dalam sebuah mushaf sehingga mengakibatkan kerusakan yang besar di
dunia, ini akibat salah dari penginterpretasian dalam pemaknaan Al-Qur’an. Oleh
karena itu, beliau memerintahkan agar Al-Qur’an di himpun dalam satu mushaf.
Mushaf inilah yang kemudian disebut dengan Mushaf Ustmani.[11]Usman
juga melarang
membaca Al-Qur`an yang tidak bersumber dari mushaf Usmani tersebut. Tindakan
Usman ini merupakan awal perkembangan ilmu rasm Al-Qur`an. Istilah rasm Al-Qur`an atau rasm
usmani adalah tatacara menuliskan Al-Qur`an yang ditetapkan pada masa khalifah
Usman bin Affan.
As-Suyuti, Az-Zarqani menjelaskan bahwa “ ummat telah
sepakat, bahwa sistematika ayat-ayat Al-Qur’anul Karim, seperti modelnya yang
kita lihat sekarang dalam mushaf-mushaf (Usmani) adalah sisitematika yang
diperoleh atas taufiq dari Nabi, yang datang dari Allah. Ia bukan merupakan
medan Ro’yu dan bukan pula lapangan Ijtihad”.[12]
Pada masa Ali ra. terjadi banyak penyimpangan dalam membaca bahasa Arab
sehingga beliau khawatir akan kekeliruan dalam membaca terlebih memahami
Al-Qur’an. Beliau memerintahkan Abu Aswad Ad-da’uliy untuk menyusun suatu
metode demi menjaga ketatabahasaan Al-Qur’an. Maka lahirlah ilmu nahwu dan
I’robul Qur’an. Kemudian pada masa bani Umayyah, para pemuka sahabat dan
tabi’in mengarahkan perhatian mereka kepada penyebaran ilmu-ilmu al-qur’an
tetapi ini hanya sebatas periwayatan dan penerimaan. Jadi Ilmu-ilmu yang
tersebut belum sempat terkodifikasi. setelah masa pengkodifikasian dimulai banyak bermunculan kitab-kitab dan ilmu-ilmu
baru mengenai Al-Qur’an meskipun pada awalnya ilmu yang dipioritaskan hanyalah
Ilmu Tafsir. Pada abad III H muncul ilmu Asbabun Nuzul yang disusun oleh Ali
bin Al-Madiniy, Ilmu Nasikh wal mansukh, Ilmu Qira’at, dan Ilmu Makki Madani. Pada
abad IV H muncul Ilmu Gharib al-Qur’an yang disusun Abu Bakar As-Sijistani. Begitulah
seterusnya hingga abad ke XIV H. Adapun sejarah turunnya Al-Quran, Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur dalam waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari.
BAB
III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Ulumul Qur’an
adalah beberapa bahasan ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari segi
turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya,
kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan
keraguan terhadapnya. Objek pembahasan Ulumul Qur’an adalah adalah Al-Qur’an
Pendekatan metode penulisan yang digunakan dalam
membahas ulumul quran adalah metode diskriptif, yaitu yang memberikan
penjelasan dan keterangan yang mendalam mengenai bagian-bagian al Qur’an yang
memuat aspek-aspek Ulumul Quran. Selain memakai metode deskriptif, juga dipakai metode
komparasi yaitu dengan membandingkan segi yang satu dengan yang lain, riwayat
sebab-musabab turun ayat yang satu dan riwayat lainnya, pendapat ulama yang
satu dengan lainnya.
Tujuan
mempelajari Ulumul Qur’an adalah Agar dapat memahami
kalam Allah ‘Aza Wajalla sejalan dengan keterangan yang dikutip oleh para
sahabat dan para tabi’in tentang interprestasi mereka terhadap Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Rif’at Syauqi Nawawi
dan Drs. M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu
Tafsir, PT Bulan Bintang,Jakarta, 1992.
Dr .Fahd Bin Abdurrahman
Ar-Rumi, Ulumul Qur’an, Titian Ilahi
Pres, Yogyakarta, 1997.
Prof. Dr. M.M Al-A’zami, The History of Text : from Revelation to
Compilation, Gema Insani, Jakarta, 2005.
[1]
Dr .Fahd Bin Abdurrahman
Ar-Rumi, Ulumul Qur’an, Titian Ilahi
Pres, Yogyakarta, 1997. Cet. 1. Hlm 10.
[4]
Prof. Dr. M.M Al-A’zami, The History of Text : from Revelation to
Compilation, Gema Insani, Jakarta, 2005, cet. 1, Hlm. 73.
[5]
Dr .Fahd Bin Abdurrahman
Ar-Rumi, Ulumul Qur’an, Titian Ilahi
Pres, Yogyakarta, 1997. Cet. 1. Hlm. 56.
[6]
Dr .Fahd Bin Abdurrahman
Ar-Rumi, Ulumul Qur’an, Titian Ilahi
Pres, Yogyakarta, 1997. Cet. 1. Hlm. 58.
[7]
Drs. Rif’at Syauqi Nawawi dan
Drs. M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir,
PT Bulan Bintang, Jakarta, 1992, cet. 2. Hlm.221.
[9]
Prof. Dr. M.M Al-A’zami, The History of Text : from Revelation to
Compilation, Gema Insani, Jakarta, 2005, cet. 1, Hlm. 73.
[10]
Dalam keputusan membukukukan
Al-Qur’an Usman bin Affan membuat naskah tersendiri, seperti hadist yang
diriwayatkan Ibn Sirin “ketika Usman memutuskan untuk mengumpulkan Al-Qur’an,
dia mengumpulkan panitia yang terdiri dari 12 orang dari kedua-dua suku Quraish
dan Ansar. Diantara mereka adalah Ubay bin Ka’b dan Zaid din Tsabit”. Identitas
tentang 12 orang ini dapat dilihat pada kitab
karya Al- Mu’arrij As-Sadusi, Hafidhin
min Nasb Quraish, hlm. 35.
[11]
Drs. Rif’at Syauqi Nawawi dan
Drs. M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir,
PT Bulan Bintang, Jakarta, 1992, cet. 2. Hlm.90.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar