Selasa, 13 September 2016

MAKALAH MUNAKAHAT

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Islam adalah agama samawi dengan sistem hidup yang selaras dengan perintah Allah SWT yaitu Alqur’an dan sejalan pula dengan Hadist Rasulullah SAW. Untuk itu, seorang muslim wajib mempertimbangkan denagn akal sehat setiap langkah dan perilakunya sehingga mampu memisahkan antara perilaku yang dibenarkan (haq) dengan perbuatan yang salah (batil). Salah satu contohnya ialah mengenai perihal tentang pernikahan sebagai kebutuhan manusia dalam menjalani kehidupannya.
Dalam pandangan islam perkawinan itu bukanlah hanya urusan perdata semata ,bukan pula sekedar urusan keluarga dan masalah budaya, tetapi juga masalah dan peristiwa agama. Oleh karena itu, pernikahan itu dilakukan untuk memenuhi sunnah Rasulullah dan dilaksanakan sesuai denagn petunjuk Allah dan petunjuk Rasulullah. Maka dari itulah, seseorang diharuskan mengerti apa tujuan pernikahan yang akan mereka selenggarakan demi terciptanya tujuan bersama.
Manusia juga merupakan mahluk yang mempunyai hawa nafsu. Hal ini menjadikan manusia begitu mudah terombang ambing dalam bertindak. Manusia membutuhkan lawan jenis untuk menyalurkan nafsu keinginannya. Oleh karena itu, dengan membangun ikatan pernikahan untuk menurunkan keturunan yang syah sesuai dengan ketentuan hukum islam. Maka dari itu, penulis memberikan pembahasan mengenai tujuan, hukum,syarat dan rukun dalam perkawinan.

B.   Rumusan Makalah
1.      Bagaimana pengertian pernikahan ?
2.      Bagaimana hukum dari pernikahan ?
3.      Bagaimana syarat, rukun dan tujuan menikah ?
4.      Bagaimana

BAB II
PEMBAHASAN
A.PERNIKAHAN

1.      Pengertian Pernikahan

Secara bahasa (etimologi ) nikah berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan, atau bersenggama (wath’i). Dalam istilah(terminologi) bahasa indonesia nikah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat  Islam.  Menurut U U  No : 1 tahun 1974,”  Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ada juga yang mengartikan pernikahan adalah suatu perjanjian atau aqad (ijab dan qabul ) antara laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan badaniyah sebagaimana suami istri yang sah yang mengandung syarat-syarat dan rukun-rukun yang ditentukan oleh syariat islam[1].
Ijab adalah suatu pernyataan berupa penyerahan dari seorang wali perempuan atau wakilnya pada seorang laki-laki  dengan kata-kata tertentu maupun syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syara’. Qabul adalah suatu pernyataan penerimaan oleh pihak laki-laki terhadap pernyataan wali perempuan atau wakilnya sebagaimana dimaksud diatas.
Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia, yang berarti sifat pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani rokhaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan jenis, teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup berumah tangga. Allah swt berfirman dalam surat an-nisa’ ayat 3 :
                                                          
Artinya : Dan apabila kalian takut tidak bisa berbuat adil kepada anak-anak perempuan yang yatim (untuk kalian jadikan istri), maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kalian senangi, dua atau tiga atau empat. Bila kalian takut tidak bisa berbuat adil, maka nikahilah satu perempuan saja atau budak-budak kalian. Yang demikian itu lebih membuat kalian tidak berbuat zhalim. (QS.An-nisa’ :3)[2]
Rasulullah SAW bersabda :

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فاءنه اغض للبصر واحصن للفرج فمن لم يستطع فعليه بالصوم فاءنه له وجاء

Artinya :”Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (HR. Bukhori Muslim).[3]

2.      Hukum Pernikahan
Menurut sebagian ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunat, makruh dan haram. Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut:
1.      Jaiz, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.
2.      Wajib, yaitu orang yang telah mampu / sanggup menikah sedangkan bila tidak menikah khawatir      akan  terjerumus ke dalam perzinaan.
3.      Sunah, yaitu berdasarkan pendaat jumhur ulama dalam buku sepakat bahwa hukum asal pernikahan adalah sunah. Orang yang sudah mampu menikah namun masih sanggup mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan.
4.       Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki keinginan atau hasrat tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah tanggungan-nya.
5.       Haram, yaitu orang yang akan melakukan perkawinan tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.

3.      Pengertian dan Hukum Khitbah
Sebelum pernikahan berlangsung dalam agama Islam tidak mengenal istilah pacaran akan tetapi dikenal dengan nama “khitbah”. Khitbah atau peminangan adalah penyampaian maksud atau permintaan dari seorang pria terhadap seorang wanita untuk dijadikan istrinya baik secara langsung oleh si peminang atau oleh orang lain yang  mewakilinya. Yang diperbolehkan selama khitbah, seorang pria hanya boleh melihat muka dan telapak tangan. Wanita yang dipinang berhak menerima pinangan itu dan berhak pula menolaknya. Apabila pinangan diterima, berarti antara yang dipinang dengan yang meminang telah terjadi ikatan janji untuk melakukan pernikahan. Semenjak diterimanya pinangan sampai dengan berlangsungnya pernikahan disebut dengan masa pertunangan. Pada masa pertunagan ini biasanya seorang peminang atau calon suami memberikan suatu barang kepada yang dipinang (calon istri) sebagai tanda ikatan cinta.
Hal yang perlu disadari oleh pihak-pihak yang bertunangan adalah selama masa pertunangan, mereka tidak boleh bergaul sebagaimana suami istri karena mereka belum syah dan belum terikat oleh tali pernikahan. Larangan-larangan agama yang berlaku  dalam hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim berlaku pula bagi mereka yang berada dalam masa pertunangan.
Sedangkan hukum dalam khitbah adalah mubah (boleh ) dengan ketentuan, perempuan yang dipinang harus mempunyai syarat sebagai berikut :
1.      Tidak terikat oleh akad pernikahan.
2.      Tidak berada dalam masa iddah talak raj’i.
3.      Bukan pinangan laki-laki lain.
Melakukan khitbah ada dua cara yaitu dengan cara terang-terangan dan dengan cara sindiran. Adapun wanita-wanita yang haram dipinang dibagi menjadi 2 kelolmpok yaitu :
1.      Yang haram dipinang dengan cara sindiran dan terus terang adalah wanita yang termasuk muhrim, wanita yang masih bersuami, wanita yang berada dalam masa iddah talak roj’i dan wanita yang sudah bertunangan.
2.      Yang haram dipinang dengan cara terus terang, tetapi dengan cara sindiran adalah wanita yang berada dalam iddah wafat dan wanita yang dalam iddah talak bain (talak tiga).
4.Tujuan Pernikahan
Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang  bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dalam diuraikan sebagai berikut:
1)      Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia  dan tentram. Allah SWT berfirman :

Artinya: ”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya“. (Ar-Rum : 21)
2)      Membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang antara  suami, istri dan anak.
3)      Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang syah dan diridhai Allah SWT.
4)      Melaksanakan Perintah Allah swt. Karena melaksanakan perintah Allah swt maka menikah akan dicatat sebagai ibadah.  Allah swt., berfirman :
Artinya :” Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai”. (An-Nisa’ : 3)
5)      Mengikuti Sunah Rasulullah saw.   
Artinya:“Nikah itu adalah sunnahku, barang  siapa  tidak  senang  dengan sunahku,  maka bukan golonganku” (HR. Bukhori dan Muslim).
6)      Untuk  memperoleh keturunan yang syah. Allah SWT berfirman:
Artinya:  “ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “. (Al-Kahfi : 46)

5.Mahram Nikah
Mahram adalah perempuan-perempuan yang haram atau tidak boleh untuk dinikahi , baik karena faktor keturunan, persusuan maupun perkawinan.
a.                    Wanita yang haram dinikahi karena hubungan keturunan :
1)                  Ibu
2)                  Nenek dan seterusnya keatas
3)                  Saudara perempuan kandung, saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu.
4)                  Saudara perempuan dari bapak
5)                  Saudara perempuan dari ibu.
6)                  Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.
7)                  Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.
8)                  Anak , cucu dan seterusnya kebawah.
b.                  Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan :
1)                  Ibu yang menyusui.
2)                  Saudara perempuan sesusuan
c.                   Wanita yang haram dinikahi karena perkawainan
1)                  Ibu dari isrti (mertua)
2)                   Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain), apabila suami sudah kumpul dengan ibunya.
3)                  Ibu tiri (istri dari ayah), baik sudah di cerai atau belum. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”. (An-Nisa: 22)
 4).  Menantu (istri dari anak laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum.

6.Rukun dan Syarat pernikahan
Pernikahan dianggap syah apabila rukun dan syarat-syaratnya telah terpenuhi. Rukun nikah terdiri dari 5 yaitu :
a.       Calon suami, dengan syarat sebagai berikut :
Muslim, merdeka, berakal, benar-benar laki-laki, adil, tidak beristri empat, tidak bermahram dengan calon istri dan tidak berikhram haji atau umroh.
b.      Calon istri, dengan syarat sebagai berikut :
Muslimah, benar-benar perempuan, mendapat izin dari walinya, tidak bersuami atau dalam masa iddah, tidak bermahram dengan calon suami dan tidak sedang berikhram haji atau umroh.
c.       Shighat (ijab dan qabul), dengan syarat sebagai berikut :
Shighat harus lafal nikah atau tazwij, shighat bukan kata-kata kinayah (kiasan), shighat harus terjadi dalam satu majlis, tidak dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu seperti contoh : aku nikahkan engkau dengan anakku dengan syarat engkau segera membangun rumah.
d.      Wali calon pengantin perempuan, dengan syarat sebagai berikut :
Muslim, berakal, tidak fasik, laki-laki, mempunyai hak untuk menjadi wali.
e.       Dua orang saksi, dengan syarat sebagai berikut :
Muslim, balig, berakal, merdeka, laki-laki, adil, pendengaran dan penglihatannya sempurna, memahami bahasa yang diucapkan dalam ijab qabul, tidak sedang melakukan ihram haji atau umroh.
7.Kewajiban suami dan istri
Kewajiban suami (hak istri )
1.      Membayar mahar
2.      Memberikan nafkah dengan ma’ruf (baik)
3.      Menggauli istri dengan ma’ruf
4.      Memimpin keluarga
5.      Mendidik dan membimbing seluruh anggota keluarga ke jalan yang benar
6.      Adil dan bijaksana terhadap keluarga
Kewajiban istri ( hak suami )
1.      Menaati suami jika suami memerintah
2.      Menjaga diri dan kehormatan keluarga
3.      Mengatur rumah tangga
4.      Mendidik anak
8.Wali, saksi, mahar dan walimah
Pengertian wali dan saksi
Wali adalah orang yang berhak menikahkan perempuan dengan laki-laki sesuai dengan syariat islam. Sedangkan saksi adalah orang yang menyaksikan dengan sadar pelaksanaan ijab qabul dalam pernikahan.
Persyaratan wali dan saksi
1)      Persyaratan wali
a.       Laki-laki
b.      Muslim
c.       Balig
d.      Berakal
e.       Tidak fasik
f.       Mempunyai hak menjadi wali
2)      Persyaratan saksi
a)      Laki-laki
b)      Baligh
c)      Berakal
d)     Merdeka
e)      Adil
f)       Pendengaran dan penglihatannya sempurna
g)      Memahami baasa yang diucapkan dalam ijab qabul
h)      Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umroh
3)      kedudukan wali
Wali dalam pernikahan mempunyai kedudukan yang sangat penting, bahkan dapat menentukan sahnya pernikahan. Pernikahan tanpa wali hukumnya tidak sah atau batal.
Rasululloh saw bersabda :

Artinya : Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali yang dewasa. ( HR. Asy-Syafi’I )
·         Tingkatan Wali
Wali Nikah dibagi menjadi 2, yaitu : wali nasab dan wali hakim. Wali nasab adalah wali karena ada hubungan darah ( kerabat ). Sedangkan wali hakim adalah orang yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu dan sebab tertentu pula. Sebagian ulama’, yaitu madzab syafi’I, hambali, hanafi menambahkan bahwa orang yang memerdekakan budak berhak menjadi wali nikah bagi budak yang dimerdekakannya jika tidak ada wali nasab.
Hak berpindahnya wali kepada wali hakim adalah jika tidak ada wali nasab, atau karena gugurnya hak wali nasab dikarenakan sebab-sebab tertentu, misalnya murtad, gila, dll.
            Urutan wali dalam pernikahan adalah sebagai berikut ;
1.                  Ayah kandung
2.                  Kakek dari pihak ayah, dan seterusnya keatas
3.                  Saudara laki-laki kandung seayah seibu
4.                  Saudara laki-laki seayah
5.                  Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
6.                  Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
7.                  Paman ( saudara ayah ) kandung
8.                  Paman ( saudara ayah ) seayah
9.                  Anak laki-laki dari paman kandung
10.              Anak laki-laki dari paman seayah
11.              Wali hakim
·         Macam-macam wali
1.      Wali mujbir
Mujbir menurut bahasa ialah orang yang memaksa. Sedangkan yang dimaksud dengan wali mujbir ialah wali yang mempunyai hak untuk menikahkan orang yang diwalikan tanpa minta izin dan menanyakan terlebih dahulu pendapat mereka.
2.      Wali hakim
Wewenang wali berpindah ketangan wali hakim disebabkan karena 2 hal, yaitu ;
a.       Terjadi pertentangan di antara para wali.
b.      Tidak adanya wali nasab, baik karena meninggal, hilang atau gaib.
3.      Wali adhal
Yaitu wali yang enggan atau menolak untuk menikahkan perempuan yang ada di bawah waliannya.
1.                  Kedudukan dan jumlah saksi
Menurut jumhur ulama’ akad nikah tidak sah bila tidak dihadiri oleh 2 orang saksi yang telah memenuhi syarat.
2.                  Mahar
Mahar adalah maskawin, yaitu suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan disebabkan terjadinya pernikahan. Pemberian mahar wajib hukumnya bagi laki-laki, walaupun mahar ini bukan termasuk rukun atau syarat nikah. Allah swt berfirman ;

Artinya : Dan berikanlah maskawin ( mahar ) kepada perempuan ( yang kamu nikahi ) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.                     
3.                  Walimah
Walimah makna asalnya adalah “ makanan dalam pernikahan “. Menurut bahasa, walimah mengandung arti “ Pesta “, kenduri, atau resepsi. Walimatun nikah adalah pesta yang diselenggarakan setelah dilaksanakannya akad nikah dengan menghidangkan berbagai jamuan yang biasanya disesuaikan dengan adat setempat. Walimah adalah sebagai rasa syukur kepada Allah swt. Atas anugrah nikmat yang diberikannya kepada keluarga yang  melangsungkan pernikahan.  


4.                  Undang-undang perkawinan di Indonesia
Undang-undang pernikahan dan kompilasi hukum islam di Indonesia
UU pernikahan terdapat pada nomor 1 tahun 1974 yang mulai diberlakukan pada tanggal 2 januari  1974. UU perkawinan terdiri dari 14 bab dan 67 pasal.
            Yang dimaksud dengan kompilasi menurut bahasa adalah kegiatan pengumpulan berbagai bahan tulis yang diambil dari berbagai sumber atau rujukan mengenai persoalan tertentu. Pengertian kompilasi menurut hukum ialah sebuah buku kumpulan yang memuat uraian atau hukum-hukum tertentu, pendapat hukum atau aturan hukum. Jadi kompilasi hukum islam atau fiqih indonesia adalah buku kumpulan hukum-hukum islam Indonesia. Penyusunan KHI ini bersumber dari 38 jenis kitab standar dari berbagai madzhab.   
            Batasan umur pernikahan didalam islam tidak ditentukan secara tegas. Akan tetapi di Indonesia ditentukan dalam Undang-Undang RINo. 1 tahun 1974 dalam Bab II disebutkan batas usia minimak pernikahan adalah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.[4]
Pencatatan adanya pernikahan di catatkan di kantor urusan agama (KUA) yaitu lembaga yang berada dibawah naungan departemen agama RI yang berkedudukan di tingkat kecamatan.pencatatan di KUA ini merupakan keabsahan pernikahan menurut undang-undang Negara.

B.TALAK
1)      Pengertian dan Hukum Talak        
Talak artinya melepaskan ikatan. Dalam hubungannya dengan ketentuan hukum pernikahan, talak berarti lepasnya ikatan pernikahan dengan ucapan talak atau lafal lain yang yang maksudnya sama dengan talak. Adapun talak menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya “Fiqh AS-Sunah” memberikan definisi “ Talak berarti melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”. Sedangkan menurut Abu Zakaria Al-ansari dalam kitabnya “ Fath Al-Wahhab” menyatakan bahwa “ Talak adalah melepas tali aqad nikah dengan kalimat talak dan yang smacamnya “.[5]
            Talak adalah hak suami, artinya istri tidak bisa melepaskan diri dari ikatan pernikahan kalau tudak dijatuhkan oleh suami. Menurut ulama’ Syafi’iyah dan Hambaliyah hukum asal talak adalah makruh. Mereka beralasan pada hadist Nabi Saw yang artinya : “ Dari Umar ra. Dari Rasulullah Saw.bersabda, perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian.”( HR. Abu Daud dan Hakim ). Sedangkan ulama’Hanafiyah berpendapat bahwa pada dasarnya talak itu adalah haram hal ini berdasarkan sabda Nabi yang artinya “Allah mengutuk orang yang kawin hanya bermaksud mencicipi dan sering mencerai istri”. Berbeda dengan golongan Hambali lebih lanjut menjelaskan secara rinci, bahwa talak itu hukumnya bias menjadi wajib, sunah, dan haram. Talak menjadiwajib apabila talak dijatuhkan oleh hakam dikarenakan perpecahan antara suami dan istri yang tidak mungkin disatukan kembali. Talak menjadi haram apabila talak tanpa alas an yang benar dan tidak ada kemaslahatan dari akibat jatuhnya talak. Talak menjadi sunnah apabila disebabkan sang istri mengabaikan kewajibannya kepada Allah dan rusak moralnya, sang suami telah berupaya memperbaikinya, bahkan menurut Imam Ahmad tidak patut mempertahankan istri seperti ini karena dapat mempengaruhi keimanan sang suami, begitu juga ibnu khaldun menyatakan bahwa talak ini wajib hukumnya.[6]

2). Rukun dan Syarat Talak
            Rukun talak ada 4 yaitu :
a.       Suami
b.      Istri.
c.        Qashdu(disengaja).
d.      Shighat talak, baik dengan cara sharih (tegas) maupun dengan carakinayah (sindiran).
v  Cara sharih, misalnya “saya talak engkau!” atau “saya cerai engkau!”. Ucapan talak dengan cara sharih tidak memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara sharih, maka jatuhlah talaknya walupun tidak berniat mentalaknya.
v  Cara kinayah, misalnya “Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan orang lain, saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”, Ucapan talak cara kinayah memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara kinayah, padahal sebenarnya tidak berniat mentalaknya, maka talaknya tidak jatuh.
3 Macam-macam Talak
a.       Talak ditinjau dari segi jumlah
1.     Talak satu
Yaitu talak yang pertama kali dijatuhkan oleh suami .
2.     Talak dua
Yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami untuk yang kedua kalinya.
3.     Talak tiga
Yaitu talak yang dijatuhkan suami untuk yang ketiga kalinya.
Menjatuhkan talak dua atau tiga sekaligus, para ulama fiqih berbeda pendapat. Ada yang berpendapat sah dan ada yang tidak. Seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan Syaukani mengatakan bahwa talak dua dan talak tiga yang dijatuhkan sekaligus oleh suami tidak sah, dan walaupun itu dijatuhkan, sama dengan talak satu. 
b.      Talak dari segi boleh atau tidaknya bekas suami untuk rujuk
1.     Talak raj’i
Yaitu talak yang boleh dirujuk kembali oleh mantan suami sebelum mas aiddah berakhir.
2.     Talak bain
Yaitu Talak yang dijatuhkan suami dan tidak boleh ruju’ kembali kecuali dengan pembaharuan akad nikah .




[1]  Djejen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Fikih Madrasah Aliyah Kelas XI, PT.Karya Toha Putra, Semarang, 2012, hlm. 66.

[2]
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2008, hlm.374.
[4] Djejen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Fikih Madrasah Aliyah Kelas XI, PT.Karya Toha Putra, Semarang, 2012, hlm.85.
[5] Djejen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Fikih Madrasah Aliyah Kelas XI, PT.Karya Toha Putra, Semarang, 2012, hlm.86.
[6] Djejen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Fikih Madrasah Aliyah Kelas XI, PT.Karya Toha Putra, Semarang, 2012, hlm.87.

1 komentar:

  1. The Lucky Club Casino Site - Lucky Club
    The Lucky Club Casino website uses cookies. You agree to this by visiting our Cookie Policy. Accept our Terms of Use. Please click here to find out how you can luckyclub.live

    BalasHapus