BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah agama samawi dengan
sistem hidup yang selaras dengan perintah Allah SWT yaitu Alqur’an dan sejalan
pula dengan Hadist Rasulullah SAW. Untuk itu, seorang muslim wajib
mempertimbangkan denagn akal sehat setiap langkah dan perilakunya sehingga
mampu memisahkan antara perilaku yang dibenarkan (haq) dengan perbuatan yang
salah (batil). Salah satu contohnya ialah mengenai perihal tentang pernikahan
sebagai kebutuhan manusia dalam menjalani kehidupannya.
Dalam pandangan islam perkawinan itu
bukanlah hanya urusan perdata semata ,bukan pula sekedar urusan keluarga dan
masalah budaya, tetapi juga masalah dan peristiwa agama. Oleh karena itu, pernikahan
itu dilakukan untuk memenuhi sunnah Rasulullah dan dilaksanakan sesuai denagn
petunjuk Allah dan petunjuk Rasulullah. Maka dari itulah, seseorang diharuskan
mengerti apa tujuan pernikahan yang akan mereka selenggarakan demi terciptanya
tujuan bersama.
Manusia juga merupakan mahluk yang
mempunyai hawa nafsu. Hal ini menjadikan
manusia begitu mudah terombang ambing dalam bertindak. Manusia membutuhkan
lawan jenis untuk menyalurkan nafsu keinginannya. Oleh karena itu, dengan
membangun ikatan pernikahan untuk menurunkan keturunan yang syah sesuai dengan
ketentuan hukum islam. Maka
dari itu, penulis memberikan pembahasan mengenai tujuan, hukum,syarat dan rukun
dalam perkawinan.
B.
Rumusan Makalah
1.
Bagaimana
pengertian pernikahan ?
2.
Bagaimana
hukum dari pernikahan ?
3.
Bagaimana
syarat, rukun dan tujuan menikah ?
4.
Bagaimana
BAB II
PEMBAHASAN
A.PERNIKAHAN
1. Pengertian
Pernikahan
Secara bahasa (etimologi ) nikah berasal dari bahasa
Arab yang mempunyai arti mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan, atau
bersenggama (wath’i). Dalam istilah(terminologi) bahasa indonesia nikah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup
bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum
syariat Islam. Menurut U U No : 1 tahun 1974,” Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ada juga yang mengartikan pernikahan adalah suatu
perjanjian atau aqad (ijab dan qabul ) antara laki-laki dan perempuan untuk
menghalalkan hubungan badaniyah sebagaimana suami istri yang sah yang
mengandung syarat-syarat dan rukun-rukun yang ditentukan oleh syariat islam[1].
Ijab adalah suatu pernyataan berupa penyerahan dari seorang wali perempuan
atau wakilnya pada seorang laki-laki dengan
kata-kata tertentu maupun syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syara’.
Qabul adalah suatu pernyataan penerimaan oleh pihak laki-laki terhadap
pernyataan wali perempuan atau wakilnya sebagaimana dimaksud diatas.
Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia, yang berarti sifat pembawaan
manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat
jasmani rokhaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan jenis, teman
hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai,
yang dapat mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak bekerja sama untuk
mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup berumah tangga. Allah
swt berfirman dalam surat an-nisa’ ayat 3 :
Artinya : Dan apabila kalian takut tidak bisa
berbuat adil kepada anak-anak perempuan yang yatim (untuk kalian jadikan
istri), maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kalian senangi, dua atau
tiga atau empat. Bila kalian takut tidak bisa berbuat adil, maka nikahilah satu
perempuan saja atau budak-budak kalian. Yang demikian itu lebih membuat kalian
tidak berbuat zhalim. (QS.An-nisa’ :3)[2]
Rasulullah SAW
bersabda :
يا معشر الشباب من
استطاع منكم الباءة فليتزوج فاءنه اغض للبصر واحصن للفرج فمن لم يستطع فعليه
بالصوم فاءنه له وجاء
Artinya :”Hai para pemuda, barang
siapa diantara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu
dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak
sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat”.
(HR. Bukhori Muslim).[3]
2.
Hukum Pernikahan
Menurut sebagian
ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh
ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan
melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunat, makruh
dan haram. Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut:
1.
Jaiz, artinya
dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.
2.
Wajib, yaitu orang
yang telah mampu / sanggup menikah sedangkan bila tidak menikah khawatir akan terjerumus ke dalam
perzinaan.
3.
Sunah, yaitu
berdasarkan pendaat jumhur ulama dalam buku sepakat bahwa hukum asal pernikahan
adalah sunah. Orang yang sudah mampu menikah namun masih sanggup mengendalikan
dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan.
4.
Makruh, yaitu orang
yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki keinginan atau hasrat tetapi
ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah tanggungan-nya.
5.
Haram, yaitu orang
yang akan melakukan perkawinan tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti
niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.
3.
Pengertian dan Hukum Khitbah
Sebelum pernikahan berlangsung dalam agama Islam tidak mengenal istilah
pacaran akan tetapi dikenal dengan nama “khitbah”. Khitbah atau peminangan
adalah penyampaian maksud atau permintaan dari seorang pria terhadap seorang
wanita untuk dijadikan istrinya baik secara langsung oleh si peminang atau oleh
orang lain yang mewakilinya. Yang diperbolehkan selama khitbah,
seorang pria hanya boleh melihat muka dan telapak tangan. Wanita yang dipinang
berhak menerima pinangan itu dan berhak pula menolaknya. Apabila pinangan
diterima, berarti antara yang dipinang dengan yang meminang telah terjadi
ikatan janji untuk melakukan pernikahan. Semenjak diterimanya pinangan sampai
dengan berlangsungnya pernikahan disebut dengan masa pertunangan. Pada masa
pertunagan ini biasanya seorang peminang atau calon suami memberikan suatu
barang kepada yang dipinang (calon istri) sebagai tanda ikatan cinta.
Hal yang perlu disadari oleh pihak-pihak yang bertunangan adalah selama
masa pertunangan, mereka tidak boleh bergaul sebagaimana suami istri karena
mereka belum syah dan belum terikat oleh tali pernikahan. Larangan-larangan
agama yang berlaku dalam hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim
berlaku pula bagi mereka yang berada dalam masa pertunangan.
Sedangkan hukum dalam khitbah adalah mubah (boleh ) dengan ketentuan, perempuan
yang dipinang harus mempunyai syarat sebagai berikut :
1.
Tidak terikat oleh
akad pernikahan.
2.
Tidak berada dalam
masa iddah talak raj’i.
3.
Bukan pinangan
laki-laki lain.
Melakukan khitbah ada dua cara yaitu dengan cara terang-terangan dan dengan
cara sindiran. Adapun wanita-wanita yang haram dipinang dibagi menjadi 2
kelolmpok yaitu :
1.
Yang haram dipinang
dengan cara sindiran dan terus terang adalah wanita yang termasuk muhrim, wanita
yang masih bersuami, wanita yang berada dalam masa iddah talak roj’i dan wanita
yang sudah bertunangan.
2.
Yang haram dipinang
dengan cara terus terang, tetapi dengan cara sindiran adalah wanita yang berada
dalam iddah wafat dan wanita yang dalam iddah talak bain (talak tiga).
4.Tujuan Pernikahan
Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat
manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan
rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama
Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dalam diuraikan sebagai
berikut:
1)
Untuk memperoleh
kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah
idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi
bahagia dan tentram. Allah SWT berfirman :
Artinya: ”Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya“. (Ar-Rum : 21)
2)
Membina rasa cinta
dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang
antara suami, istri dan anak.
3)
Untuk memenuhi
kebutuhan seksual yang syah dan diridhai Allah SWT.
4)
Melaksanakan
Perintah Allah swt. Karena melaksanakan perintah Allah swt maka menikah akan
dicatat sebagai ibadah. Allah swt., berfirman :
Artinya :” Maka
nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai”. (An-Nisa’ : 3)
5)
Mengikuti Sunah
Rasulullah saw.
Artinya:“Nikah itu
adalah sunnahku, barang siapa tidak senang dengan sunahku, maka
bukan golonganku” (HR. Bukhori dan Muslim).
6)
Untuk memperoleh
keturunan yang syah. Allah SWT berfirman:
Artinya: “ Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia “. (Al-Kahfi : 46)
5.Mahram Nikah
Mahram adalah perempuan-perempuan yang haram atau tidak boleh untuk
dinikahi , baik karena faktor keturunan, persusuan maupun perkawinan.
a.
Wanita yang haram dinikahi karena hubungan keturunan
:
1)
Ibu
2)
Nenek dan seterusnya
keatas
3)
Saudara perempuan
kandung, saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu.
4)
Saudara perempuan
dari bapak
5)
Saudara perempuan
dari ibu.
6)
Anak perempuan dari
saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.
7)
Anak perempuan dari
saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.
8)
Anak , cucu dan
seterusnya kebawah.
b.
Wanita yang haram
dinikahi karena hubungan sesusuan :
1)
Ibu yang menyusui.
2)
Saudara perempuan
sesusuan
c.
Wanita yang haram
dinikahi karena perkawainan
1)
Ibu dari isrti
(mertua)
2)
Anak tiri (anak dari
istri dengan suami lain), apabila suami sudah kumpul dengan ibunya.
3)
Ibu tiri (istri dari
ayah), baik sudah di cerai atau belum. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan janganlah kamu
kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang
telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”. (An-Nisa: 22)
4). Menantu
(istri dari anak laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum.
6.Rukun dan Syarat pernikahan
Pernikahan dianggap
syah apabila rukun dan syarat-syaratnya telah terpenuhi. Rukun nikah terdiri
dari 5 yaitu :
a.
Calon suami, dengan
syarat sebagai berikut :
Muslim, merdeka, berakal, benar-benar laki-laki, adil, tidak beristri
empat, tidak bermahram dengan calon istri dan tidak berikhram haji atau umroh.
b.
Calon istri, dengan
syarat sebagai berikut :
Muslimah,
benar-benar perempuan, mendapat izin dari walinya, tidak bersuami atau dalam
masa iddah, tidak bermahram dengan calon suami dan tidak sedang berikhram haji
atau umroh.
c.
Shighat (ijab dan
qabul), dengan syarat sebagai berikut :
Shighat harus lafal
nikah atau tazwij, shighat bukan kata-kata kinayah (kiasan), shighat harus
terjadi dalam satu majlis, tidak dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu
seperti contoh : aku nikahkan engkau dengan anakku dengan syarat engkau segera
membangun rumah.
d.
Wali calon pengantin
perempuan, dengan syarat sebagai berikut :
Muslim, berakal,
tidak fasik, laki-laki, mempunyai hak untuk menjadi wali.
e.
Dua orang saksi,
dengan syarat sebagai berikut :
Muslim, balig,
berakal, merdeka, laki-laki, adil, pendengaran dan penglihatannya sempurna,
memahami bahasa yang diucapkan dalam ijab qabul, tidak sedang melakukan ihram
haji atau umroh.
7.Kewajiban suami dan istri
Kewajiban suami (hak istri )
1.
Membayar mahar
2.
Memberikan nafkah
dengan ma’ruf (baik)
3.
Menggauli istri dengan
ma’ruf
4.
Memimpin keluarga
5.
Mendidik dan
membimbing seluruh anggota keluarga ke jalan yang benar
6.
Adil dan bijaksana
terhadap keluarga
Kewajiban istri ( hak suami )
1.
Menaati suami jika
suami memerintah
2.
Menjaga diri dan
kehormatan keluarga
3.
Mengatur rumah
tangga
4.
Mendidik anak
8.Wali, saksi, mahar dan walimah
Pengertian wali dan saksi
Wali adalah orang yang berhak menikahkan perempuan dengan laki-laki sesuai
dengan syariat islam. Sedangkan saksi adalah orang yang menyaksikan dengan
sadar pelaksanaan ijab qabul dalam pernikahan.
Persyaratan wali dan saksi
1)
Persyaratan wali
a.
Laki-laki
b.
Muslim
c.
Balig
d.
Berakal
e.
Tidak fasik
f.
Mempunyai hak
menjadi wali
2)
Persyaratan saksi
a)
Laki-laki
b)
Baligh
c)
Berakal
d)
Merdeka
e)
Adil
f)
Pendengaran dan
penglihatannya sempurna
g)
Memahami baasa yang
diucapkan dalam ijab qabul
h)
Tidak sedang
mengerjakan ihram haji atau umroh
3)
kedudukan wali
Wali dalam pernikahan mempunyai kedudukan yang sangat penting, bahkan dapat
menentukan sahnya pernikahan. Pernikahan tanpa wali hukumnya tidak sah atau
batal.
Rasululloh saw bersabda :
Artinya : Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali yang dewasa. ( HR.
Asy-Syafi’I )
·
Tingkatan Wali
Wali Nikah dibagi menjadi 2, yaitu : wali nasab dan wali hakim. Wali nasab
adalah wali karena ada hubungan darah ( kerabat ). Sedangkan wali hakim adalah
orang yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan
tertentu dan sebab tertentu pula. Sebagian ulama’, yaitu madzab syafi’I,
hambali, hanafi menambahkan bahwa orang yang memerdekakan budak berhak menjadi
wali nikah bagi budak yang dimerdekakannya jika tidak ada wali nasab.
Hak berpindahnya wali kepada wali hakim adalah jika tidak ada wali nasab,
atau karena gugurnya hak wali nasab dikarenakan sebab-sebab tertentu, misalnya
murtad, gila, dll.
Urutan wali dalam
pernikahan adalah sebagai berikut ;
1.
Ayah kandung
2.
Kakek dari pihak
ayah, dan seterusnya keatas
3.
Saudara laki-laki
kandung seayah seibu
4.
Saudara laki-laki
seayah
5.
Anak laki-laki
saudara laki-laki kandung
6.
Anak laki-laki
saudara laki-laki seayah
7.
Paman ( saudara ayah
) kandung
8.
Paman ( saudara ayah
) seayah
9.
Anak laki-laki dari
paman kandung
10.
Anak laki-laki dari
paman seayah
11.
Wali hakim
·
Macam-macam wali
1.
Wali mujbir
Mujbir menurut bahasa ialah orang yang memaksa. Sedangkan yang dimaksud
dengan wali mujbir ialah wali yang mempunyai hak untuk menikahkan orang yang
diwalikan tanpa minta izin dan menanyakan terlebih dahulu pendapat mereka.
2.
Wali hakim
Wewenang wali berpindah ketangan wali hakim disebabkan karena 2 hal, yaitu
;
a.
Terjadi pertentangan
di antara para wali.
b.
Tidak adanya wali
nasab, baik karena meninggal, hilang atau gaib.
3.
Wali adhal
Yaitu wali yang enggan atau menolak untuk menikahkan perempuan yang ada di
bawah waliannya.
1.
Kedudukan dan jumlah
saksi
Menurut jumhur ulama’ akad nikah tidak sah bila tidak dihadiri oleh 2 orang
saksi yang telah memenuhi syarat.
2.
Mahar
Mahar adalah maskawin, yaitu suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada
pihak perempuan disebabkan terjadinya pernikahan. Pemberian mahar wajib
hukumnya bagi laki-laki, walaupun mahar ini bukan termasuk rukun atau syarat
nikah. Allah swt berfirman ;
Artinya : Dan berikanlah maskawin ( mahar ) kepada perempuan ( yang kamu
nikahi ) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.
3.
Walimah
Walimah makna asalnya adalah “ makanan dalam pernikahan “. Menurut bahasa,
walimah mengandung arti “ Pesta “, kenduri, atau resepsi. Walimatun nikah
adalah pesta yang diselenggarakan setelah dilaksanakannya akad nikah dengan
menghidangkan berbagai jamuan yang biasanya disesuaikan dengan adat setempat.
Walimah adalah sebagai rasa syukur kepada Allah swt. Atas anugrah nikmat yang
diberikannya kepada keluarga yang
melangsungkan pernikahan.
4.
Undang-undang perkawinan di Indonesia
Undang-undang pernikahan dan kompilasi hukum islam di Indonesia
UU pernikahan terdapat pada nomor 1
tahun 1974 yang mulai diberlakukan pada tanggal 2 januari 1974. UU perkawinan terdiri dari 14 bab dan 67
pasal.
Yang
dimaksud dengan kompilasi menurut bahasa adalah kegiatan pengumpulan berbagai
bahan tulis yang diambil dari berbagai sumber atau rujukan mengenai persoalan
tertentu. Pengertian kompilasi menurut hukum ialah sebuah buku kumpulan yang
memuat uraian atau hukum-hukum tertentu, pendapat hukum atau aturan hukum. Jadi
kompilasi hukum islam atau fiqih indonesia adalah buku kumpulan hukum-hukum
islam Indonesia. Penyusunan KHI ini bersumber dari 38 jenis kitab standar dari
berbagai madzhab.
Batasan
umur pernikahan didalam islam tidak ditentukan secara tegas. Akan tetapi di
Indonesia ditentukan dalam Undang-Undang RINo. 1 tahun 1974 dalam Bab II
disebutkan batas usia minimak pernikahan adalah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun
bagi wanita.[4]
Pencatatan adanya pernikahan
di catatkan di kantor urusan agama (KUA) yaitu lembaga yang berada dibawah
naungan departemen agama RI yang berkedudukan di tingkat kecamatan.pencatatan
di KUA ini merupakan keabsahan pernikahan menurut undang-undang Negara.
B.TALAK
1)
Pengertian dan Hukum Talak
Talak artinya melepaskan ikatan. Dalam hubungannya dengan ketentuan hukum pernikahan, talak berarti lepasnya
ikatan pernikahan dengan ucapan talak atau lafal lain yang yang maksudnya sama
dengan talak. Adapun talak menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya “Fiqh AS-Sunah”
memberikan definisi “ Talak berarti
melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”. Sedangkan
menurut Abu Zakaria Al-ansari dalam kitabnya “ Fath Al-Wahhab” menyatakan bahwa
“ Talak adalah melepas tali aqad nikah
dengan kalimat talak dan yang smacamnya “.[5]
Talak adalah hak suami, artinya istri tidak bisa melepaskan diri dari
ikatan pernikahan kalau tudak dijatuhkan oleh suami. Menurut ulama’ Syafi’iyah
dan Hambaliyah hukum asal talak adalah makruh. Mereka beralasan pada hadist
Nabi Saw yang artinya : “ Dari Umar ra. Dari Rasulullah Saw.bersabda, perbuatan
halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian.”( HR. Abu Daud dan Hakim ). Sedangkan
ulama’Hanafiyah berpendapat bahwa pada dasarnya talak itu adalah haram hal ini
berdasarkan sabda Nabi yang artinya “Allah mengutuk orang yang kawin hanya
bermaksud mencicipi dan sering mencerai istri”. Berbeda dengan golongan Hambali
lebih lanjut menjelaskan secara rinci, bahwa talak itu hukumnya bias menjadi
wajib, sunah, dan haram. Talak menjadiwajib apabila talak dijatuhkan oleh hakam
dikarenakan perpecahan antara suami dan istri yang tidak mungkin disatukan
kembali. Talak menjadi haram apabila talak tanpa alas an yang benar dan tidak
ada kemaslahatan dari akibat jatuhnya talak. Talak menjadi sunnah apabila
disebabkan sang istri mengabaikan kewajibannya kepada Allah dan rusak moralnya,
sang suami telah berupaya memperbaikinya, bahkan menurut Imam Ahmad tidak patut
mempertahankan istri seperti ini karena dapat mempengaruhi keimanan sang suami,
begitu juga ibnu khaldun menyatakan bahwa talak ini wajib hukumnya.[6]
2). Rukun dan Syarat Talak
Rukun talak ada 4 yaitu :
a.
Suami
b.
Istri.
c.
Qashdu(disengaja).
d.
Shighat talak, baik
dengan cara sharih (tegas) maupun dengan carakinayah (sindiran).
v Cara sharih, misalnya
“saya talak engkau!” atau “saya cerai engkau!”. Ucapan talak dengan cara sharih
tidak memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara sharih,
maka jatuhlah talaknya walupun tidak berniat mentalaknya.
v Cara kinayah, misalnya
“Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan orang lain,
saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”, Ucapan talak cara kinayah memerlukan
niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara kinayah, padahal
sebenarnya tidak berniat mentalaknya, maka talaknya tidak jatuh.
3 Macam-macam Talak
a.
Talak ditinjau dari
segi jumlah
1. Talak satu
Yaitu talak yang
pertama kali dijatuhkan oleh suami .
2. Talak dua
Yaitu talak yang
dijatuhkan oleh suami untuk yang kedua kalinya.
3. Talak tiga
Yaitu talak yang
dijatuhkan suami untuk yang ketiga kalinya.
Menjatuhkan talak
dua atau tiga sekaligus, para ulama fiqih berbeda pendapat. Ada yang
berpendapat sah dan ada yang tidak. Seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan
Syaukani mengatakan bahwa talak dua dan talak tiga yang dijatuhkan sekaligus
oleh suami tidak sah, dan walaupun itu dijatuhkan, sama dengan talak satu.
b.
Talak dari segi
boleh atau tidaknya bekas suami untuk rujuk
1. Talak raj’i
Yaitu talak yang boleh dirujuk kembali
oleh mantan suami sebelum mas aiddah berakhir.
2. Talak bain
Yaitu Talak yang dijatuhkan suami dan
tidak boleh ruju’ kembali kecuali dengan pembaharuan akad nikah .
[1] Djejen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Fikih Madrasah Aliyah Kelas XI, PT.Karya
Toha Putra, Semarang, 2012, hlm. 66.
[3]
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,
Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2008, hlm.374.
[4]
Djejen Zainuddin dan Mundzier
Suparta, Fikih Madrasah Aliyah Kelas XI, PT.Karya Toha Putra, Semarang, 2012,
hlm.85.
[5]
Djejen Zainuddin dan Mundzier
Suparta, Fikih Madrasah Aliyah Kelas XI, PT.Karya Toha Putra, Semarang, 2012,
hlm.86.
[6]
Djejen Zainuddin dan Mundzier
Suparta, Fikih Madrasah Aliyah Kelas XI, PT.Karya Toha Putra, Semarang, 2012,
hlm.87.
The Lucky Club Casino Site - Lucky Club
BalasHapusThe Lucky Club Casino website uses cookies. You agree to this by visiting our Cookie Policy. Accept our Terms of Use. Please click here to find out how you can luckyclub.live